Selasa, 30 Juni 2009

Menikmati Kesegaran Ibadah

Zanikhan Sadeli has posted a new blog entry.


Manage alerts settings

Blog EntryMenikmati Kesegaran IbadahPosted by Zanikhan on Jul 1, '09 11:21 AM for everyone

Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang
berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang
tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar
itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.


Ada yang aneh dari sudut pandang Aisyah r.a. terhadap tingkah
suaminya, Rasulullah saw. Ia terheran ketika mendapati Rasul yang
begitu menikmati shalat sunnah hingga kakinya bengkak. Apa beliau tidak
merasakan sakit itu?


Aisyah pun mengatakan, "Kenapa kau lakukan itu, ya Rasulullah?
Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang dulu dan akan datang?"
Dengan ringan Rasul menjawab, "Tak patutkah aku untuk menjadi hamba
Allah yang senantiasa bersyukur!"


Kenikmatan beribadah. Itulah yang dirasakan Baginda Rasulullah saw.
ketika sedang shalat. Sedemikian nikmatnya, hingga rasa sakit dari
bengkak kakinya tak lagi terasa. Beliau seperti tak ingin menyudahi
komunikasinya dengan Yang Maha Kasih, Yang Maha Sayang.


Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan
sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika
berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan
berlangsung formal, kaku, dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu
masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling
kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai, dan sangat
menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama: antara rakyat dengan
seorang pejabat tinggi.


Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang
mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah swt. Dinding ini
bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tak ada dinding sama
sekali.


Firman Allah swt. dalam surah Qaf ayat 16, "Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."


Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba Allah kepada Allah
swt. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam
beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang
hamba Allah swt.


Mutu ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang
luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang
sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah
terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya.


Dalam hal shalat misalnya, Al-Qur'an menyebutnya dengan mereka yang
lalai dari shalat. "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat
riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna." [QS. Al-Ma'un
(107): 4-7]


Bagaimana mungkin orang yang rajin shalat bisa tak peduli dengan
lingkungan, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman? Ini
menandakan kalau shalat yang dilakukan tidak bermutu sama sekali.
Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya
dengan yang lain.


Rasulullah saw. mengatakan, "Maafkanlah kesalahan orang yang murah
hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia
terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat
kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah
hati lebih disukai Allah daripada seorang alim (tekun beribadah) tapi
kikir." (HR. Athabrani)


Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari
hubungannya dengan orang sekitar. Kalau seseorang tidak disukai dengan
orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu
dengan Allah swt. seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu,
padahal selalu pisah.


Perhatikanlah bagaimana sosok Rasulullah saw. di mata para
sahabatnya. Begitu dekat, begitu dicintai. Rasulullah saw. buat para
sahabatnya bisa seperti ayah dengan anak, antara sesama sahabat dekat,
dan seperti guru dengan murid.


"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri.
Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin." [QS. At-Taubah (9): 128]


Dekat tidaknya seseorang dengan Allah swt. juga bergantung pada diri
orang itu sendiri. Dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan
iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan.


Maha Benar Allah dalam firman-Nya, "Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran." [QS. Al-Baqarah (2): 186]


Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang,
dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah
terhadap shalatnya. Rasulullah saw. bila menghadapi suatu dilema
(situasi yang sukar dan membingungkan), beliau shalat. (HR Ahmad)

 
http://zanikhan.multiply.com/profile










Add a Comment
   




Copyright 2009 Multiply Inc, 6001 Park of Commerce, Boca Raton, FL 33487, USA
Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar