Selasa, 30 Juni 2009

Ismail Yusanto: Meski Dukung Perbankan Syariah , Boediono Tetap Neo

Zanikhan Sadeli has posted a new blog entry.


Manage alerts settings

Posted by: "Farizal FoSSEI"
farizal@fossei.org




Sun Jun 28, 2009 4:54 am (PDT)







Tim Sukses SBY Berboedi berkali-kali menyatakan bahwa Boediono itu bukan

ekonom neoliberal dengan alasan dia membolehkan perbankan syariah. Benarkah,

bila welcome terhadap perbankan syariah bisa disebut ekonom yang tidak

neolib? Umat jangan mau dibohongi. Untuk itulah wartawan mediaumat.com Joko

Prasetyo mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail

Yusanto, Selasa (23/6) sore di Jakarta. Berikut petikannya.

Apa benar UU perbankan syariah atau kebijakan yang terkait dengan bank

syariah itu merupakan peran besar Boediono?

Kalaulah umpamanya benar bahwa Boediono berperan besar dalam hal itu tetap

saja itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menangkis bahwa Boediono itu

bukan neolib.

Keberadaan bank syariah mencerminkan bahwa Indonesia tidak menerapkan

ekonomi neolib?

Perbankan syariah adalah salah satu instrument dari sistem moneter yang

berlaku di Indonesia yang menerapkan sistem ekonomi neolib ini. Sehingga

keberadaan perbankan syariah itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap

kebijakan moneter secara umum.

Apalagi, volume bisnis bank syariah di Indonesia itu masih di bawah 3%. Jadi

masih sangat kecil bila dibanding dengan skala usaha perbankan konvensional

yang 97%. Sehingga perbankan syariah itu tidak mempengaruhi postur terhadap

perbankan Indonesia.

Nah, itu kalau mau dibilang Boediono berperan besara dalam keberadaan

perbankan syariah. Tapi kan faktanya tidak begitu. Sesungguhnya orang-orang

yang berperan besar adalah inisiator dan pelaku perbankan syariah sendiri

yang menginginkan UU semacam itu, yakni Asosiasi Bank Syariah Indonesia atau

Asbsindo.

Dalam hal ini Boediono berposisi sebagai orang yang mau tidak mau harus

meng-endors atau mengesahkannya. Karena kalau Boediono menolak itu akan

menjadi sesuatu yang sangat tidak mengenakan posisinya. Siapapun yang ada di

posisinya akan melakukan hal yang sama. Lantaran perbankan syariah sudah

menjadi fakta bukan baru gagasan saja. Dan fakta itu makin lama makin

membesar dan membutuhkan UU terpisah dari UU perbankan konvensional.

Jadi saya melihat tidak ada yang istimewa dari keberadaan Boediono terkait

hal ini. Kecuali kalau Boediono itu dari dulu dikenal sebagai orang yang

mengagas bank syariah. Itu baru melawan arus. Nah baru bolehlah diacungi

jempol! Faktanyakan tidak.

Bukankah ia juga mengatakan perbankan syariah itu bagus. Apakah ungkapan itu

basa-basi?

Mungkin. Tapi dia juga paham dong, secara intelektual bahwa bank syariah itu

memang bagus. Jadi siapa pun yang menyatakan bank syariah itu bagus

sebenarnya itu pernyataan yang biasa. Tidak ada yang istimewa. Karena memang

secara intelektual, secara empirik itu memang bagus!

Justru kalau ada orang yang mengatakan bank syariah jelek itu bodoh. Kalau

ekonom ya ekonom bodoh. Keblinger! Sebenarnya yang aneh itu ketika Boediono

mengatakan bank syariah itu bagus. Itu dijadikan kredit point buat dia.

Padahal itu kan sangat biasa-biasa saja.

Baru sekarang-sekarang ini, saat menjelang pilpres 2009, Boediono dikatakan

sebagai orang yang paling berjasa dalam menelurkan UU perbankan syariah.

Sebelumnya dia tidak pernah sama sekali dikait-kaitkan dengan perbankan

syariah atau satu gagasan ekonomi Islam lainnya. Hatta di UGM sekalipun ia

tidak pernah mengajukan gagasan itu.

Lain halnya kalau Boediono mengatakan, "bank syariah itu bagus harus

dikembangkan. Bank konvensional jelek harus ditutup". Nah itu baru kredit

poin buat Boediono. Kalau Boediono berani ngomong begitu baru itu namanya

berita. Saya yakin dia tidak akan berani ngomong begitu! Karena pernyataan

itu hanya akan muncul dari seorang ekonom yang bermotif keimanan bukan

neolib.

Jadi motif dalam membangun perbankan syariah itu…?

Ya..motif ya… setidaknya ada dua.mengapa perbankan syariah itu dibangun.

Pertama, ada yang mendirikan bank syariah karena motif keyakinan, keimanan

bahwa bank syariah ini solusi yang terbaik dan islami yang menjauhkan unsur

riba dalam setiap transaksinya. Alasannya, dalam Islam riba atau bunga bank

itu haram dan harus dijauhi. Nah, sehingga orang-orang seperti ini lebih

memilih bank syariah dan secara tegas menolak bank konvensional.

Kedua, ya motif bisnis an sich. Dalam kacamata ini memang bank syariah tidak

terlalu beresiko bahkan dalam hitung-hitungan mereka bank syariah memilik

marjin keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan skema bank

konvensional. Sehingga bank konvensional pun membuka unit syariah.

Dengan alasan yang sama pula hal ini terjadi bukan hanya di Indonesia, yang

mayoritas penduduknya Muslim. Di negara-negara lain, seperti Inggris,

Singapura, Australia, Amerika juga bank konvensional membuka cabang syariah.

Bahkan City Bank, itu bank konvensional pertama yang membuka unit syariah.

Sekarang ini kan HSBC pun membuka unit syariah.

Agak sedikit menyimpang, namun menarik untuk diungkap. Dalam dialog di

Bandung baru-baru ini, Boediono mengatakan butuh mata uang internasional

yang baru pengganti dollar karena dollar didominasi oleh satu negara. Tapi

ketika disodorkan bahwa uang pengganti itu emas ia menolak juga, dengan

alasan mata uang emas itu tetap menimbulkan ketergantungan karena hanya

negara-negara tertentu saja yang mempunyai emas.

Apa benar seperti itu, jadi di mana letak keadilan mata uang emas itu,

mengingat Islam mewajibkan mata uang itu haruslah emas atau berbasis emas?

Justru kalau tujuannya agar menjadi mata uang internasional emaslah yang

paling unggul. Karena ketika emas dijadikan mata uang dengan sendirinya uang

emas tersebut menjadi mata uang internasional. Sama sekali tanpa memerlukan

adanya political agreement. Lihat mata uang Euro, sekedar untuk berlaku di

Eropa saja kan harus ada dulu kesepakatan politik oleh setiap negara yang

tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa untuk menjadikan itu sebagai mata

uang bersama.

Emas tidak perlu begitu. Jadi siapa saja bisa menggunakan mata uang emas,

bahkan tidak memerlukan kesepakatan politik internasional sekalipun. Karena

emas ini langsung bisa digunakan di sembarang tempat di berbagai negara.

Terus bila dikatakan bahwa negara-negara tertentu saja yang menghasilkan

emas atau mempunyai cadangan emas yang besar yang diuntungkan. Ya, memang

seperti komoditas lainnya, seperti minyak misalnya. Kan negara yang

mempunyai minyak terbesar memiliki keuntungan yang lebih besar. Jadi ada

masalah apa? Yang memiliki minyak yang lebih banyak akan diuntungkan, yang

memiliki emas lebih banyak akan lebih diuntungkan. Ya, itu hal yang wajar

saja. Tidak menggunakan mata uang emas pun. Menggunakan dollar misalnya,

tetap saja yang memiliki emas terbanyak akan lebih diuntungkan.

Benarkah bila penemuan emas besar-besaran di sebuah negara akan terjadi

inflasi secara global?

Ooh, insya Allah, itu tidak akan mungkin terjadi. Kenapa? Karena emas itu

komoditas. Emas tidak akan mengalir dengan sendirinya karena emas akan

mengalir bila dipertukarkan dengan barang dan jasa. Bila emas itu ditemukan

oleh sebuah negara tentu saja emas tersebut akan diamankan oleh negara

tersebut.

Beda dengan mata uang kertas. Bila di-back-up atau disandarkan pada emas

berarti mata uang emas. Mata uang kertas kan dicetak tanpa disandarkan pada

apa-apa. Itulah yang menyebabkan inflasi secara global seperti yang selalu

terjadi pada mata uang kertas yang berlaku saat ini. Uang terus dicetak,

harga barang terus naik. Kan begitu.

Jadi kalau emas itu dibelikan barang ya itu sebenarnya pertukaran barang

dengan barang. Jika harga barang naik, harga emas pun ikut naik. Jadi emas

relatif jauh lebih stabil dibanding mata uang kertas, saham, atau lainnya.

Dollar bisa tidak ada artinya apa-apa ketika Amerika bangkrut. Saham juga

demikian, bila perusahaan yang mengeluarkan saham itu bangkrut.

Hal itu tidak berlaku bagi emas. Satu contoh sederhana saja. Seribu empat

ratus tahun lalu. pada zaman Nabi Muhammad SAW, harga seekor kambing gemuk

adalah 1 koin dinar, uang yang terbuat dari emas seberat 4,25 gram emas.

Nah, zaman sekarang juga sama! Kambing yang bagus dan gemuk harganya sekitar

1,5 juta rupiah.

Coba tanya ke Antam atau penjual dinar, berapa harga 1 dinar sekarang,

jawabannya mesti 1,5 juta rupiah. Padahal Khilafah Islam sudah lebih dari 80

tahun runtuh, tapi dinarnya tetap stabilkan? Coba kalau pakai uang kertas.

Pasti harus dikilo dulu baru laku. Seperti halnya menimbang koran bekas.

Jadi kalau tidak emas mau mata uang apa yang ingin diajukan sebagai alat

tukar yang berlaku secara internasional?

Kesimpulannya?

Jadi neolib itu tidak bisa dilihat dari kata-kata tetapi dapat dilihat dari

rekam jejak. Artinya, neolib tidaknya Boediono itu tidak bisa diukur dengan

setuju atau tidaknya dia dengan berdirinya perbankan syariah. Tapi neolib

tidaknya dia itu bisa dilihat dari apakah dia menganut Mazhab Konsensus

Washington atau tidak. Konsensus Washington itu kan intinya pencabutan

subsidi, privatisasi, dan liberalisasi perdagangan. Boediono kan kental

sekali dengan ketiga hal itu.[]



--

FARIZAL ALBONCELLI

Blog: http://farizal- alboncelli. blogspot. com/

FS: farizal.info@ yahoo.com

mobile: 021 950 42948
 
http://zanikhan.multiply.com/profile








Add a Comment
   




Copyright 2009 Multiply Inc, 6001 Park of Commerce, Boca Raton, FL 33487, USA
Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar