Selasa, 30 Juni 2009

Membangun Dunia seperti Gerabah

Zanikhan Sadeli has posted a new blog entry.


Manage alerts settings

Blog EntryMembangun Dunia seperti GerabahPosted by Zanikhan on Jul 1, '09 12:40 PM for everyone


Sunday, 28 June 2009



TSI Teror Penonton
Palembang




Pentas teater berjudul Perempuan Gerabah atawa Ritus Kawin
Tanah, karya sutradara Nandang Aradea yang dibawakan Teater Studio Indonesia
(TSI) mampu memukau ratusan penonton dari kalangan pelajar, mahasiswa, umum,
dan pekerja teater. Pementasan berlangsung selama dua hari, Jumat-Sabtu
(26-27/6), pukul 14.00 WIB, di Graha Budaya Jakabaring.

    Pementasan tersebut menyuguhkan tontonan berupa narasi
tanah, tubuh, dan ruang. Dalam konsep pemanggungannya, Nandang ingin
menyampaikan bahwa manusia dengan susah payah membangun dunia (dianalogikan
dengan gerabah, red) dari tanah. Setelah menjadi sebuah bentuk, manusia merayakannya
dan membanggakannya. Akan tetapi, di kemudian hari dunia (gerabah, red) itu
jadi tak berharga, retak, pecah, dan diinjak-injak sendiri. "Entah harus sakit,
entah harus bahagia," jelas Nandang dalam penghantar apresiasi pementasan.

    Tidak hanya itu, lakon Perempuan Gerabah berhasil meneror
penonton di Palembang. Konsep
panggung arena yang terbuat dari bambu dengan revolving stage berdiameter 3,5
meter di tengahnya seakan menghapus jarak antara aktor dengan penonton. Bahkan,
penonton sempat histeris saat diteror dengan cipratan tanah. Sepertinya, aktor
ingin menimbulkan efek estetis berupa bunyi-bunyian, baik bunyi gerabah maupun
tanah yang menjiwai pementasan, sementara tak satu kata pun keluar dari mulut
mereka.

Sehubungan dengan itu, dalam pengaruh filsafat bahasa De Saussure, Antonin
Artaud pernah mengemukakan bahwa jiwa bukan cuma kertas di atas teks dan
menawarkan usaha melakukan reteaterikalisasi teater, di mana teater mesti
diterjunkan kembali dalam kehidupan. Bukan hanya secara naturalistik, tapi juga
mistis dan metafisis. Akting dan pemanggungan, mesti ditangkap sebagai
keseluruhan tanda-tanda nyata dari bahasa rahasia dan tersembunyi.

    Menurut Nandang, metafor tanah dan gerabah terlihat jelas
pada hubungan diri kita dengan proses demokrasi. Kita membangunan demokrasi
memujanya, tapi kemudian kita malah meludahi dan tidak memercayainya. "Itulah
yang ingin saya angkat dalam perempuan gerabah," ujarnya di sela-sela jeda
pembicaraan.

    Sementara itu, Edwin Fast selaku ketua panitia mengatakan,
lakon ini mengandung metode berbasis pada riset dan konsep laboratorium Teater
Studio Indonesia, baik membangun ruang, teater, yang menginterupsi dan
menyentuh persoalan-persoalan sosial.

    "Sebab, sebuah teater yang profesional harus mandiri dan
independesi pada tingkat sosial, ekonomi, pendidikan, pembebasan dan
pemanusiaan bagi para pekerja teater dan masyarakat dan penontonnya," pungkas
Edwin.(Yudi Afriandi)         



 
http://zanikhan.multiply.com/profile








Add a Comment
   




Copyright 2009 Multiply Inc, 6001 Park of Commerce, Boca Raton, FL 33487, USA
Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar